Belajar Dari Kesalahan
Seperti biasa, sehabis ngaji
aku berbaring santai dengan ponsel di tanganku. Aku merasa lapar, jadi aku
bangun dari kasur dan berjalan ke kamar Bunda.
“Bun, aku mau makan. Ada
lauk apa kali ini, ya?” Tanyaku pada Bunda.
Bunda melihat ke arahku dan
menjawab, “Itu ada rawon, di dapur”.
Ah rawon, bisikku dalam hati.
Aku tidak suka lauk itu, padahal aku sangat lapar. Aku berjalan lunglai kembali
ke kamar dan mengambil ponselku. Kuhubungi kakak sepupuku untuk kuajak pergi
membeli makan atau jajanan ringan untuk mengganjal perut. Karena ia sudah
setuju, aku segera bersiap-siap sekaligus shalat maghrib.
“Oh, Mbak Raya udah datang?”
Tanyaku kaget. Tak kusangka kakak sepupuku yang lemot itu sudah nangkring di
ruang tamu rumahku.
“Ayo berangkat, soalnya aku
juga lapar,” ajaknya. Oh, pantas aja dia udah sampai, batinku. Di perjalanan,
kami mengobrol banyak hingga ia bertanya padaku, “Sekolah kamu besok masuk
kah?”
“Iya lah, besok kan masih
hari Jumat,” jawabku.
Aku jalan-jalan bersama kakaksepupuku tanpa sadar melupakan sesuatu.
Paginya, aku sudah siap
untuk berangkat ke sekolah. sesampainya di sekolah, aku menyapa Nina yang
sedang sibuk menulis sesuatu. Karena melihat Nina yang tidak kunjung selesai, akhirnya
aku bertanya padanya.
“Hei, kamu sedang
mengerjakan apa sih, kok dari tadi belum selesai?”
“Aku mengerjakan tugas
rumahnya Bu Suki. Badanku sedikit tidak enak semalam, jadi aku tidak memaksakan
diri untuk belajar,” jawab Nina.
Mendengar jawaban Nina,
jantungku terasa seperti copot. Oh, ya ampun, aku lupa kalau ada tugas rumah
dari Bu Suki. Sesungguhnya yang aku ingat semalam hanyalah perut kosong dan
tidak mengingat apapun selain itu. Karena waktu bel masuk sudah dekat jadi aku
tidak sempat mengerjakannya, aku hanya terdiam pasrah menunggu waktu.
“Assalamualaikum anak-anak
selamat pagi, apa kabar kalian semua?” Ibu Suki memberi salam dan menanyakan
kabar kami.
“Waalaikumsalam Ibu, kami
baik,” sahut kami.
“Alhamdulillah, kemarin saya
beri kalian tugas tolong dikumpulkan di meja saya,” kata Bu Suki.
Kami mengumpulkan tugas,
namun aku merasa deg-degan karena belum menyelesaikan tugas itu sama sekali.
Aku melihat semua teman-teman mengumpulkan satu per satu. Setelah itu, Bu Suki terlihat
mengecek tugas tersebut.
“Ini tugasnya kurang satu,
siapa ya yang belum mengumpulkan? Coba angkat tangan,” kata Bu Suki. Mendengar perkataan Bu Suki, aku dengan takut
mengangkat tanganku menandakan bahwa aku belum mengerjakan tugas nya.
“Keane, kenapa belum
mengerjakan?” Tanya Bu Suki.
“Eh.. itu Bu, saya tugasnya ada
di rumah, Bu,” jawabku dengan sedikit gemetar.
Aku mengatakan sebuah
kebohongan agar terhindar amarah Bu Suki. “Apa bener? jangan bohong. Saya tahu
kalau kamu berbohong”.
Bu Suki melihatku yang
dengan jelas mengatakan kebohongan. “Kalau belum mengerjakan jangan berbohong,
kalau kamu berbohong, itu dosa namanya. Kalau begitu ibu akan beri kamu
hukuman!!” Kata Bu Suki dengan nada yang sedikit marah. Aku sedikit berkeringat
dingin mendengar tentang hukuman tersebut.
“Keane, tulis di bukumu
sampai 100 kali dengan tulisan ‘saya belum mengerjakan pr dan berbohong dan
saya tidak akan mengulanginya lagi’. Setalah selesai, kumpulkan sehabis waktu
pelajaran berakhir,” kata Bu Suki.
Pelajaran berlanjut aku punmenulis hukuman yang diberikan Bu suki. Waktu berlalu, akhirnya setelah
menulisnya sebanyak 100 kali aku pun menyadari bahwa perbuatan yang kulakukan
adalah hal yang buruk.
Waktu aku mengumpulkan hukuman,
Bu Suki berkata, “ Keane, Ibu sebenarnya tidak ingin menghukum kamu. Tapi,
karena kamu berbohong belum mengerjakan tugas, jadi saya melakukannya. Tolong
jujur dan tolong jangan ulangi lagi. Saya itu tidak suka kalau murid itu tidak
disiplin dalam mengumpulkan tugas pada waktunya, ya! Lain kali kerjakan tugas
secara tepat waktu dan kumpulkan sesuai waktunya“.
Ibu Suki menasihatiku denganpenuh perhatian dan aku mendengarkannya dengan seksama. Jujur aku pun mengagumi
Bu Suki. Karena kejadian ini, aku pun berjanji pada diri sendiri tidak akan
mengulangi hal seperti ini lagi.
TAMAT
Salam
Literasi
Taman
Ilmu Media